Makalah Ilmu Budaya Dasar
Manusia dan Pandangan Hidup
![]() |
|||||
![]() |
![]() |
||||
Disusun oleh : Dwi Chandra Kurniawan
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia adalah makhluk hidup ciptaan
Tuhan yang paling tinggi derajatnya. Dikarenakan manusia memiliki akal, pikiran
dan rasa. Ketika kekayaan manusia inilah yang membuat manusia disebut sebagai
khalifah di bumi ini. Tuntukan hidup manusia lebih dari pada tuntutan hidup
makhluk lainnya yang membuat manusia berfikir lebih maju untuk memenuhi
kebutuhan atau hajat hidupnya di dunia, baik yang bersifat jasmani maupun
rohani. Dari proses ini maka lahirlah apa yang disebut kebudayaan dan pandangan
terhadap hidup.
Setiap manusia memiliki pandangan
hidup yang berbeda-beda mengelompokkan pandangan hidup yang berdeda-beda akan
menciptakan paham atau aliran. Pandangan hidup tidak terlepas dari masalah
nilai dalam kehidupan manusia. Jadi pandangan terhadap hidup ini adalah segala
sesuatu yang dihasilkan oleh akal budi manusia. Pandangan hidup dapat menjadi
pegangan, bimbingan dan tuntutan seseorang ataupun masyarakat dalam menempuh
kehidupan. Oleh karena itu, dalam kehidupan dunia dan akhirat pandangan hidup
seseoranglah yang menentukan akhir hidup mereka sendiri. Selain itu pandangan
hidup juga tidak langsung muncul dalam masyarakat, melainkan melalui berbagai
proses dalam menemukan jati diri atau pandangan hidupnya. Mulai dari masa
kanak-kanak hingga dewasa.
Dalam penemuan pandangan hidup
tersebut, tidak lepas juga dengan pendidikan. Manusia mengetahui tentang
hakikat hidup dan sebagainya adalah berasal dari pendidikan.Oleh karena itu
jika kita membahas tentang pendangan hidup, tidak boleh lepas dari pendidikan
manusia dapat berfikir ledih kedepan mulai dari kehidupan baik lahir dan batin.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana pengertian pandangan
hidup?
2. Bagaimana hubungan pandangan hidup
dengan kehidupan manusia?
C. Tujuan masalah
1. Mendeskripsikan pengertian pandangan
hidup.
2. Mendeskripsikan hubungan pandangan
hidup dengan kehidupan manusia.
BAB II PEMBAHASAN
A.
Cita-cita
Cita-cita adalah keinginan,
harapan, tujuan yang selalu ada dalam pikiran. Pandangan hidup terdiri atas
cita-cita, kebajikan, dan sikap hidup. Dalam kehidupannya manusia tidak dapat
melepaskan diri dari cita-cita, kebajikan, dan sikap hidup itu. Tidak ada orang
hidup tanpa cita-cita, tanpa berbuat kebajikan, dan tanpa sikap hidup. Sudah
tentu kadar atau tingkat cita-cita, kebijakan dan sikap hidup itu berbeda-beda
bergantung kepada pendidikan, pergaulan, dan lingkungan masing-masing.Itulah
sebabnya, cita-cita, kebajikan, dan sikap hidup banyak menimbulkan daya
kreativitas manusia. Banyak hasil seni yang melukiskan cita-cita, kebajikan,
dan hidup seseorang. Cita-cita ini perasaan hati yang merupakan suatu
keinginan, kemauan, niat, atau harapan. Cita-cita itu penting bagi manusia,
karena adanya cita-cita menandakan kedinamikan manusia.Ada tiga katagori
keadaan hati seseorang, keras, lunak, dan lemah. Orang yang berhati keras, tak
berhenti berusaha sebelum cita-citanya tercapai. Ia tak menghiraukan rintangan,
tantangan, dan segala kesulitan yang dihadapinya. Orang yang berhati lunak
dalam usaha mencapai cita-citanya menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi.
Orang yang berhati lemah, mudah terpengaruhi oleh situasi dan kondisi.
Cita-cita, keinginan, harapan, banyak menimbulkan daya kreatifitas para
seniman. Banyak hasil seni seperti: drama, novel, film, musik, tari, filsafat
yang lahir dari kandungan cita-cita, keinginan, harapan dan tujuan.
B.
Kebajikan
Kebajikan atau kebaikan atau
perbuatan yang mendatangkan kebaikan pada hakikatnya sama dengan perbuatan
moral, perbuatan yang sesuai dengan norma-norma agama atau etika. Manusia
adalah seorang pribadi yang utuh yang terdiri atas jiwa dan badan. Manusia
merupakan makhluk sosial: manusia hidup bermasyarakat, manusia saling
membutuhkan, saling menolong, saling menghargai sesama anggota masyarakat.
Sebaliknya pula saling mencurigai, saling membenci, saling merugikan, dan
sebagainya.Untuk melihat apa itu kebajikan, kita harus melihat dari tiga segi,
yaitu: manusia sebagai pribadi, manusia sebagai anggota masyarakat, dan manusia
sebagai makhluk Tuhan.Manusia sebagai pribadi dapat menentukan baik dan buruk.
Yang menentukan baik dan buruk itu suara hati. Suara hati itu semacam bisikan
dalam hati untuk menimbang perbuatan baik atau tidak. Jadi suara hati itu
merupakan hakim terhadap diri sendiri. Suara hati masyarakat, yang menentukan
baik dan buruk adalah suara hati masyarakat. Suara hati manusia adalah baik,
tetapi belum tentu suara hati masyarakat menganggap baik. Demikian pula manusia
sebagai makhluk Tuhan, manusia pun harus mendengar suara hati Tuhan. Tuhan
selalu membisikkan agar manusia berbuat baik dan mengelak perbuatan yang tidak
baik. Jadi kebajikan itu adalah perbuatan yang selaras dengan suara hati kita,
suara hati masyarakat dan hukum Tuhan. Kebajikan berarti berkata sopan, santun,
barbahasa baik, bertingkah laku baik, ramah tamah terhadap siapapun, berpakaian
sopan agar tidak merangsang bagi yang melihatnya. Namun ada pula kebajikan
semu, yaitu kejahatan yang berselubung kebajikan.
C.
Sikap
Hidup
Sikap hidup adalah keadaan hati
dalam menghadapi hidup. Dalm menghadapi kehidupan, yang berarti manusia
menghadapi manusia lain atau menghadapi kelompok manusia, ada beberapa sikap
etis dan sikap nonetis. Sikap etis disebut juga sikap positif sedangkan sikap
nonetis disebut juga sikap negatif. Ada tujuh sikap etis, yaitu : sikap lincah,
sikap tenang, sikap halus, sikap berani, sikap arif, sikap rendah hati, dan
sikap bangga. Sedangkan sikap nonetisada 6 yaitu : sikap kaku, sikap gugup,
sikap kasar, sikap takut, sikap angkuh, sikap rendah diri. Sikap-sikap positif
bagi bangsa Indonesia. Sikap-sikap itu antara lain : sikap suka bekerja keras,
sikap gotong royong, menjaga hak dan kewajiban, sikap tolong menolong, dan
sikap mengargai pendapat orang lain. kebajikan secara nyata dan dapat dirasakan
melalui tingkah lakunya. Dan, dalam hal ini, tingkah laku manusia sebagai
perwujudan kebajikan inilah yang akan dikemukakan karena wujudnya dapat dilihat
dan dirasakan. Karena tingkah laku bersumber pada pandangan hidup, maka setiap
orang memiliki tingkah laku sendiri-sendiri yang berbeda dari orang lain dan
tergantung dari pembawaan, lingkungan, dan pengalaman. Dalam setiap perbuatan,
manusia harus memahami etika yang berlaku dalam masyarakat. Sehingga kehidupan
dalam memasyarakat menjadi tenang dan tentram.
Namun demikian dibalik keragaman
pendapat tersebut tampaknya ada satu benang merah yang dipersamakan, yaitu adanya
kesepakatan bahwa manifestasi sikap tidak
dapat dilihat secara langsung akan tetapi harus ditafsirkan terlebih
dahulu sebagai tingkah laku yang masih tertutup. Sikap manusia bukanlah suatu
konstruk yang berdiri sendiri, akan tetapi paling tidak ia mempunyai hubungan
yang sangat erat dengan konstruk-konstruk lain, seperti dorongan, motivasi,
atau bahkan dengan nilai-nilai tertentu.
Motivasi adalah
kesiapan yang ditujukan pada sasaran dan dipelajari untuk tingkah laku
bermotivasi. Sikap adalah kesiapan secara umum untuk suatu tingkah laku
bermotivasi, sedang nilai-nilai sasarn adalah sasaran atau tujuan yang bernilai
terhadap mana berbagai pola sikap dapat diorganisir.
Dalam
buku Strategi Kebudayaan, Van Peursen melihat adanya tiga periode peralihan
mencolok yang dialami manusia pada umumnya. Ketiga periode itu adalah tahap
mistis, tahap ontologi, dan tahap fungsional. Tahap mistis merupakansikap
manusia yang merasa dirinya terkepung oleh kekuatan-kekuatan gaib disekitarnya.
Tahap ontologi adalah sikap manusia yang tidak hidup lagi dalam kepungan.
Sedangkan tahap fungsional merupakansikap dan alam pikiran yang semakin nampak
dalam diri manusia modern.
Sedangkan
menurut Frans Magnis Suseno melihat adanya dua bahaya yang menjadi kendala
dalam kehidupan manusia dalam mempertahankan sikap hidup yang tepat itu, bahaya
tersebut adalah nafsu dan pamrih. Nafsu merupakan perasaan-perasaan kasar yang
bisa menggagalkan kontrol diri manusia dan sekaligus membelenggunya secara buta
pada dunia lahir. Sedangkan pamrih adalah tindakan yang semata-mata
mengusahakan kepentingannya sendiri tanpa memperdulikan kepentingan orang lain.
Dalam
bukunya Falsafah Hidup Pancasila sebagaimana tercermin dalam Falsafah Hidup
Orang Jawa, Soetrisno melihat adanya tiga nafsu yang begitu menonjolkan aspek
pamrih, antara lain: selalu ingin menang sendiri, selalu ingin benar sendiri,
dan hanya mementingkan kebutuhan sendiri.
Selain
itu, menurut J.C.Tukiman Taruna dalm harian Kompas 8 Januari 1984, ia
menawarkan 6 sikap mental yaitu:
1. Manusia
Jawa itu semakin manja. Dasar yang dipakai adalah kenyataan dalam kehidupan
orang Jawa yang lebih suka dilayani daripada melayani.
2. Manusia
Jawa cenderung boros, hal ini terbukti adanya dorongan yang kuat dalam diri
orang jawaberupa sikap suka menikmati. Manusia Jawa adalah kelompok penikmat
dan itu berarti ingin menikmati yang serba baru dan baik.
3. Adanya
sikap semakin religius. Semangat religius menurun dan cenderung menjadikan
rumah ibadah sebagaipusat kehidupan sosial.
4. Manusia
Jawa itu pendendam. Apabila menyangkut harga diri manusia Jawa tidak mengenal
pengampunan dan tidak bisa memaafkan.
5. Manusia
Jawa mudah terpengaruh.
6. Manusia
Jawa bukan pionir. Hal ini terbukti orang Jawa lebih suka menunggu lowongan
pekerjaan daripada menciptakan lapangan pekerjaan.
D. Manusia Dan Pandangan
Hidup
Akal dan budi sebagai
milik manusia ternyata membawa ciri tersendiri akan diri manusia tersebut.
Sebab akal dan budi mengakibatkan manusia memiliki keunggulan dibandingkan
makhluk lain. Satu diantara keunggulan manusia tersebut ialah pandangan hidup. Disatu
pihak manusia menyadari bahwa dirinya lemah, dipihak lain manusia menyadari
kehidupannya lebih kompleks.
Pandangan hidup
merupakan masalah yang asasi bagi manusia. Sayangnya tidak semua manusia
menyadari, sehingga banyak orang yang memeluk sesuatu agama semata-mata atau
dasar keturunan. Pandangan hidup penting
bagi kehidupan manusia dimasa sekarang maupun kehidupan di akhirat, dan sudah
sepantasnya setiap manusia memilikinya.
Perlu kita sadari bahwa
baik Tuhan maupun agama bagi kita adalah suatu kebutuhan. Buka kebutuhan sesaat
melainkan kebutuhan yang terus menerus dan abadi. Sebab setiap saat kita
memerlukan perlindungan Tuhan dan petunjuk agama sampai di akhir nanti.
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pandangan hidup merupakan bagaimana
manusia memandang kehidupannya. Setiap orang memiliki pandangan hidup yang
berdeda-beda dan melahirkan suatu paham. Wujud pandangan hidup manusia
berkaitan dengan cita-cita, kebajikan, dan sikap hidup. Cita-cita merupakan
pandangan hidup di masa yang akan datang. kebajikan secara nyata dan dapat
dirasakan melalui tingkah lakunya. Dan, dalam hal ini, tingkah laku manusia
sebagai perwujudan kebajikan inilah yang akan dikemukakan karena wujudnya dapat
dilihat dan dirasakan. Karena tingkah laku bersumber pada pandangan hidup, maka
setiap orang memiliki tingkah laku sendiri-sendiri yang berbeda dari orang lain
dan tergantung dari pembawaan, lingkungan, dan pengalaman. Dalam setiap
perbuatan, manusia harus memahami etika yang berlaku dalam masyarakat. Sehingga
kehidupan dalam memasyarakat menjadi tenang dan tentram.
DAFTAR PUSTAKA
WIDAGDHO, Djoko
Ilmu budaya dasar / penysun , Djoko Widagdho dkk , - Ed , cet , 8 . – Jakarta :
Bumi Aksara , 2003 IX, 229 hlm ; 21 cm
No comments:
Post a Comment